Minggu, 19 Februari 2012

ANALISIS UNSUR INTRINSIK NOVEL DI BAWAH LINDUNGAN KA'BAH KARYA HAJI ABDUL MALIK KARIM AMRULLAH (HAMKA)


MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Anatomi Prosa Fiksi








Oleh
DEWI RATNANINGSIH
NIM 2010011024










PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KUNINGAN
2011




KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Unsur Intrinsik Pada Novel Di Bawah Lindungan Ka'bah Karya Haji Malik Karim Amrullah (HAMKA)”.
Makalah ini terdiri dari tiga bab. Bab I terdiri dari Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian. Bab II terdiri dari Pengertian Sastra, Bentuk-bentuk Sastra, Prosa Fiksi, Jenis-jenis Prosa Fiksi, Novel, Unsur-unsur Novel. Bab III terdiri dari Sekilas Tentang Pengarang, Sinopsis Novel, Tema, Alur/Plot, Tokoh dan Perwatakan, Latar/Setting, Gaya, Titik Pengisahan, dan Amanat.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini. Karena tanpa bantuan dan dorongan dari semuanya, mustahil makalah ini dapat terselesaikan. Diantaranya kepada dosen pembimbing kami Bapak Aan Sugiantomas, M.Si. dan Bapak Asep Jejen Jaelani, S.Pd., serta kepada seluruh rekan-rekan PBSI kelas II C yang telah menciptakan suasana kondusif sehingga penulis dapat belajar bersama-sama dan dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Penulis telah berusaha sekuat tenaga mengerahkan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki, namun penulis menyadari sebagai manusia biasa tidak luput dari kekurangan dan kesalahan. Untuk itu, penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran, dan usul guna penyempurnaan makalah ini.

Kuningan, Desember 2011

Penulis








DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………….. i
DAFTAR ISI……………………………………………………………... ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………… 1
A. Latar Belakang Masalah…………………………………………... 1
B. Perumusan Masalah………………………………………………. 2
C. Tujuan Penelitian…………………………………………………. 2
D. Manfaat Penelitian………………………………………………... 3
BAB II LANDASAN TEORI……………………………………………. 4
A. Pengertian Sastra…………………………………………………. 4
B. Bentuk-bentuk Sastra…………………………………………….. 4
C. Prosa Fiksi……………………………………………………….. 6
D. Jenis-jenis Prosa Fiksi……………………………………………. 7
E. Novel……………………………………………………………… 7
F. Unsur-unsur Novel ………………………………………………. 8
BAB III ANALISIS UNSUR NOVEL DI BAWAH
LINDUNGAN KA’BAH KARYA HAMKA…………………………….. 12
A. Sekilas Tentang Pengarang………………………………………. 12
B. Sinopsis………………………………………………………….. 14
C. Tema……………………………………………………………… 17
D. Alur/Plot…………………………………………………………. 18
E. Tokoh dan Perwatakan…………………………………………… 26
F. Latar/Setting……………………………………………………… 37
G. Gaya……………………………………………………………… 42
H. Titik Pengisahan…………………………………………………. 45
I. Amanat…………………………………………………………… 45
BAB IV SIMPULAN……………………………………………………. 48
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………. 50



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seperti yang kita ketahui bahwa karya sastra merupakan karya kreatif manusia yang mengandung imajinasi dengan medianya bahasa. Menurut bentuknya karya sastra terbagi menjadi tiga bagian yaitu prosa fiksi, drama dan puisi. Dari ketiga bentuk karya sastra tersebut yang akan dibahas oleh penulis yaitu prosa fiksi.
Jenis prosa fiksi yang akan dianalisis yaitu novel. Novel adalah prosa yang panjang, yang dibangun oleh unsur intrinsik dan ektrinsik. Unsur intrinsik yang membangun prosa fiksi diantaranya tema, alur/plot, tokoh dan perwatakan, latar/setting, gaya, titik pengisahan, dan amanat. Sedangkan unsur ektrinsik yang membangun karya sastra seperti pendidikan, agama, ekonomi, filsafat, psikologi, dan lain-lain. Yang akan penulis analisis yaitu unsur intrinsiknya.
Dalam kehidupan nyata para penikmat sastra masih banyak yang tingkat aparesiasinya masih rendah. Mereka kadang kala sulit menafsirkan apa yang di bacanya, karena di dalam karya sastra banyak sekali kata-kata yang bersifat simbol. Sehingga apa yang disampaikan penulis kadang kala tidak sampai pada pembaca.
Berpijak pada uraian latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti salah satu karya HAMKA yang berjudul Di Bawah Lindungan Ka'bah.


B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti dapat merumuskan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah tema novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA)?
2. Bagaimanakah alur/plot novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA)?
3. Siapakah tokoh dan perwatakan novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA)?
4. Bagaimanakah latar/setting novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA)?
5. Bagaimanakah gaya novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA)?
6. Bagaimanakah titik pengisahan novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA)?
7. Bagaimanakah amanat novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA)?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penulis menetapkan tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Ingin mengetahui penggambaran dan penyajian tema novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA).
2. Ingin mengetahui alur novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA).
3. Ingin mengetahui tokoh dan perwatakan novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA).
4. Ingin mengetahui latar/setting novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA).
5. Ingin mengetahui gaya novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA).
6. Ingin mengetahui titik pengisahan novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA).
7. Ingin mengetahui amanat novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA).
D. Manfaat Penelitian
Bagi Peneliti:
1. Penelitian ini memberikan pengalaman langsung dalam mengapresiasi karya sastra, khususnya novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA).
2. Dapat mengambil nilai kehidupan dari isi novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA).
Bagi Pembaca:
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memahami makna/isi yang terkandung dalam novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA).
2. Jika pembaca ingin meneliti lebih lanjut, hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk melaksanakan penelitian yang lebih mendalam.












BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Sastra
Sastra adalah bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai dalam kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari) (KBBI, 2007:1001).
Sastra adalah karya lisan atau tertulis yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya (Ensiklopedi Sastra Indonesia, 2009:).
Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek & Warren, 1989:3).
Jadi, dapat disimpulkan berdasarkan sumber di atas bahwa sastra adalah suatu kegiatan kreatif karya lisan atau tertulis dengan medianya bahasa dan memiliki ciri keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya.

B. Bentuk-Bentuk Sastra
Bentuk-bentuk Sastra yaitu sebagai berikut.
1. Puisi
Puisi ialah bentuk karya sastra yang diungkapkan dengan gaya dendang (Sugiantomas, 2019:12).
Puisi adalah karangan yang terkait oleh rima, irama, matra, larik dan baris (Rizal 2010:9).

Puisi adalah ragam sastra yang pada awal perkembangannya memperlihatkan ciri khusus, yaitu bahasa yang dipergunaka sangat terikat oleh irama, matra rima, serta penyusunananya juga sangat terikat pada larik dan bait (Ensiklopedi Sastra Indonesia 2009:749).
Puisi adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait (KBBI 2007:903).
Jadi, puisi adalah ragam sastra yang terikat oleh rima, irama, matra, larik dan baris yang diungkapkan dengan gaya dendang.
2. Prosa
Prosa adalah karangan bebas; bentuk karangan yang tidak terikat oleh bait, banyak bait dalam satu baris, banyak suku kata dalam satu baris, dan tidak terikat oleh sajak (Ensiklopedi Sastra Indonesia 2009:746).
Prosa ialah bentuk karya sastra yang diungkapkan dengan gaya bercerita (Sugiantomas, 2010:12).
Prosa adalah karangan bebas (tidak terikat oleh kaidah-kaidah yang terdapat dalam puisi) (KBBI 2007:899).
Prosa adalah karangan bebas tidak terikat oleh syarat-syarat ataupun oleh susunan bahasa dan tatanan bahasanya (Rizal 2010:140).
Jadi, prosa adalah karangan bebas yang diungkapkan dengan gaya bercerita dan tidak terikat oleh kaidah-kaidah dalam puisi serta tidak terikat oleh syarat-syarat ataupun susunan bahasa dan tatanan bahasanya.


3. Drama
Drama adalah karangan yang dipaparkan dengan perbuatan, tingkah laku, ekspresi, gerak, dan laku serta dialog (Rizal, 2010:157).
Drama adalah karya sastra yang diungkapkan dengan gaya dialog (Sugiantomas, 2010:12).
Drama adalah suatu genre (jenis) sastra yang ditulis dalam bentuk dialog dengan tujuan untuk dipentaskan sebagai suatu seni pertunjukan (Ensiklopedi Sastra Indonesia 2009:279).
Drama adalah komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang dipentaskan (KBBI, 2007:275).
Dari pemaparan di atas penulis menyimpulkan bahwa drama adalah suatu jenis karangan yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui perbuatan, tingkah laku, ekspresi, gerak, dan dialog.

C. Prosa Fiksi
Prosa fiksi merupakan gabungan dari dua kata yaitu prosa dan fiksi. Prosa adalah karangan bebas yang tidak terikat oleh kaidah-kaidah dalam puisi dan tidak terikat oleh syarat-syarat ataupun susunan bahasa dan tatanan bahasanya. Sementara fiksi bisa diartikan imajinasai.
Jadi, prosa fiksi yaitu karangan bebas yang tidak terikat oleh rima, irama, matra yang dimuati imajinasi.
D. Jenis-jenis Prosa Fiksi
1. Prosa fiksi atau cerkan lama
a. Dongeng
b. Hikayat
c. Cerita Sejarah
2. Prosa Fiksi atau Cerkan Baru
a. Novel atau Roman
b. Novelet
c. Cerpen
d. Riwayat Hidup
e. Kisah atau Skema atau Lukisan


E. Novel
Novel berasal dari bahasa latin “Novelius” yang diturunkan dari kata “novies” yang berarti “Baru”. Dikatakan baru sebab novel muncul belakangan dibanding dengan bentuk puisi dan drama. (Sugiantomas, 1998:31).
Novel adalah menceritakan kejadian yang luar biasa dari kehidupan pelakunya yang menyebabkan perubahan sikap hidup serta nasibnya (Rizal, 2010:152).
Novel adalah prosa rekaan yang panjang, yang menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun (Ensiklopedi Sastra Indonesia, 2009:645).

Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap perilaku (KBBI, 2007:788).

F. Unsur-unsur Novel
Unsur-unsur novel diantaranya:
1. Tema
Tema adalah pokok persoalan yang diceritakan pengarang.
2. Alur atau Plot
Alur atau plot adalah peristiwa-peristiwa yang tersusun menjadi sebuah cerita dari awal sampai akhir berdasarkan hukum sebab akibat.
Urutan-urutan peristiwa adalah sebagai berikut:
a) Pengarang mulai melukiskan keadaan (situasi)
b) Peristiwa yang bersangkut paut mulai bergerak (Generating circumtances)
c) Keadaan mulai memuncak (rising action)
d) Pristiwa-peristiwa mencapai klimaks (Climax)
e) Pengarang memberikan pemecahan persoalan dari semua peristiwa (denoument)
Kaidah-kaidah pemplotan:
1. Plausibilitas
2. Suspense
3. Surprise
4. Kesatupaduan
Secara kualitatif alur atau plot terbagi menjadi:
1. Alur atau plot erat
2. Alur atau plot longgar
Secara kuantitatif alur atau plot terbagi menjadi:
1. Alur atau plot tunggal
2. Alur atau plot ganda
3.Tokoh dan Perwatakan
Ada beberapa jenis tokoh yang mungkin terdapat dalam sebuah cerkan yaitu tokoh sentral dan tokoh bawahan.
a. Tokoh Sentral
Tokoh sentral adalah tokoh yang hampir dalam keseluruhan cerita menjelajahi persoalan. Tokoh sentral ini terbagi pada tokoh utama atau protagonis dan tokoh penentang tokoh utama atau antagonis
b. Tokoh bawahan
Tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita, tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk menunjang atau mendukung tokoh utama.
Ada tiga cara pengarang dalam melukiskan watak tokoh, yaitu dengan cara langsung atau analitik, dengan cara tak langsung atau dramatik, dan cara campuran analitik dan dramatik.
1) Cara langsung atau analitik
Pengarang menggambarkan watak para tokohnya segara langsung. Dia sebagai jurujuru cerita langsung menganalisis dan memberi tahu watak yang ada kepada pembaca tanpa ragu-ragu.
2) Cara tak langsung atau dramatik
a) Dengan menggambarkan fisik tokoh
b) Dengan menggambarkan tempat atau lingkungannya
c) Dengan menggambarkan perbuatan atau tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu kejadian-kejadian
d) Dengan menggambarkan pikiran-pikiran tokoh-tokoh
e) Dengan menggambarkan melalui dialog tokoh
3) Cara Campuran Langsung dan Tidak Langsung
Hal yang perlu diperhatikan dalam menggambarkan watak tokoh ini ialah adanya watak datar (flat character) dan watak berubah (round character). Watak datar nampak apabila pengarang dari awal sampai akhir menggambarkan watak dengan tidak ada perubahan. Sebaliknya watak berubah akan nampak apabila pengarang menciptakan perubahan watak tokoh sesuai dengan perkembangan peristiwa.
4. Latar atau Setting
Latar atau setting adalah segala keterangan mengenai waktu, ruang, suasana, dan lingkungan sosial yang terdapat dalam cerita (Sugiantomas

5. Titik Pengisahan atau Juru Cerita
Titik pengisahan disebut juga sudut pandang atau juru cerita (point of view) adalah kedudukan pengarang dalam bercerita. (Sugiantomas
a. Titik pengisahan pengarang sebagai pengamat
1) Titik pengisahan maha tau
2) Titik pengisahan objektif
3) Titik pengisahan peninjau
b. Titik pengisahan sebagai tokoh
1) Sebagai tokoh protagonis
2) Sebagai tokoh bawahan
6. Gaya
Gaya pengarang dalam mengungkapkan idenya menjadi susunan peristiwa yang disebut cerita adalah cara-cara khas dari pengarang dalam menyusun bahasa, menggambarakan tema, menyusun plot, menggambarkan karakter atau watak, menentukan setting, dan memberikan amanat. (Sugiantomas, 1998:53).
Gaya bahasa adalah cara pengarang dalam mengungkapkan suatu pengertian dalam kata, kelompok kata atau kalimat (Sugiantomas, 1998:53)
7. Amanat
Amanat dalam cerkan dapat dilihat dari keseluruhan cerita, artinya ada dalam cara-cara pengarang melontarkan konflik bagi tokoh-tokohnya, mengembangkannya, dan menyelesaikannya. Amanat dapat pula dilihat dari kalimat-kalimat yang langsung diungkapkan oleh pengarang baik berupa narasi, deskripsi, atau dialog tokoh.











BAB III
ANALISIS UNSUR INTRINSIK NOVEL DI BAWAH LINDUNGAN KA'BAH KARYA HAJI ABDUK MALIK KARIM AMRULLAH (HAMKA)

A. Sekilas Pentang Pengarang
Sastrawan dan ulama terkenal serta berpengaruh di Asia tenggara. Ia adalah Haji Abdul Malik Karim Amrullah, yang lebih di kenal dengan sebutan HAMKA. Ia dilahirkan di Maninjau, Sumatra Barat, 16 Februari 1908, meninggal di Jakarta 24 Juli 1981. Berpendidikan SD (sampai kelas dua), Pendidikan Agama dan Bahasa Arab di Sumatra Thawalib, Parabek (Bukittinggi). Seperti kebanyakan orang Minangkabau, HAMKA dalam usia belia (16 tahun) pergi meratau ke Jawa. Di sana ia menimba ilmu dari H.O.S. Tjokroaminoto, Ki Bagus Hadikusumo, R.M. Soerjopranoto, K.H. Fakhruddin, dan A.R. Sutan Mansur.
Ia aktif dalam organisasi Muhammadiyah. Tahun 1936 ia pindah ke Medan. Di sini ia memulai karier keulamaannya dan menulis banyak roman. Semasa pendudukan Jepang, HAMKA menjadi penasihat urusan agama pada penguasa militer, sampai Indonesia merdeka. Sejak kemerdekaan ia banyak mengadakan hubungan dengan organisasi-organisasi keislaman di mancanegara. Gelar Doktor Kehormatan (Doctor Hooris Causa) diterimanya dari Universitas Al Azhar di Kairo, Mesir (1960) dan Universitas Kebangsaan Malaysia (1974).
HAMKA dikenal karena berpengetahuan luas. Selain itu, ia juga terkenal sebagai ulama yang berpandangan moderat. Pada tahun1975, saat Majelis Ulama Indonesia (MUI) berdiri, HAMKA terpilih sebagai ketua umum. Ulama besar dan pujangga ini meninggal dunia pada hari jumat, 24 Juli 1981 di Jakarta dan dimakamkan di Tanah Kusir Jakarta Selatan.
HAMKA tidak pernah mengenyam pendidikan formal. Ia belajar agama dari sekolah agama di Padangpanjang dan Parabek (dekat Bukittinggi), serta dari keluarganya. Ia sangat berbakat dalam bidang bahasa. Ia mampu membaca literatur Arab, termasuk terjemahan dari tulisan Barat. Dunia Internasional mengakui keahlian dalam bidang keislaman yang ia peroleh secara otodidak. Ia memimpin majalah Pedoman Masyarakat, Gema Islami, dan Panji Masyarakat dan terakhir ketua umum Majelis Ulama Indonesia sampai tahun 1981.
HAMKA juga dikenal sebagai pengarang roman. Ia sempat dijuluki “Kiai Roman” karena kegiatannya yang dianggap menyalahi tradisi keulamaan itu. Puluhan tahun kemudian barulah julukan itu berubah menjadi “Ulama Pujangga”.
Lembaga Kesenian Rakyat (Lekra) sekitar tahun 1962 menuduh novelnya, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk (1939) adalah jiplakan dari pengarang Prancis Alphonse Karr (1808-1890), Soul Ies Tilleusls (1932), yang diterjemahkan Mustafa Luthfi Al-Manfaluthi (1876-1924) ke bahasa Arab; tahun 1963 edisi Arab ini diindonesiakan A.S. Alatas dengan judul Magdalena. Atas tuduhan itu, Fakultas Sastra Universitas Indonesia mengadakan penelitian dan menyimpulkan bahwa karya HAMKA bukan plagiat.
Fitnah terhadap HAMKA ternyata tidak hanya itu. Ia dipenjara selama dua tahun (1964-1966) dengan tuduhan hendak membunuh Presiden Soekarno dan sejumlah mentri. Buku-buku HAMKA dilarang beredar di masyarakat. Tuduhan itupun ternyata tidak terbukti. Nama baik HAMKA direhabilitasi kembali pada awal masa pemerintahan Presiden Soeharto. Buku-buku HAMKA pun boleh beredar lagi.
Karya-karya HAMKA antara lain berupa novel (roman): Di Bawah Lindungan Ka'bah (1938), Merantau ke Deli (1938), Karena Fitnah (1939), Keadilan Ilahi (1941), Dijemput Mamaknya (1949), Menunggu Beduk Berbuyi (1950), Lembah Nikmat (1959), Cemburu (1961); Kumpulan cerpennya yaitu: Di dalam Lembah Kehidupan (1941), Cermin Penghidupan (1962), Kenang-kenangan Hidup I-IV (1951-1952), berupa autobiografi, Ayahku (biografi 1967) dan lain-lain. Selain itu HAMKA juga banyak menulis buku yang bersifat keagamaan.
Studi mengenai karya HAMKA dilakukan oleh, antara lain: Amir Hamzah dan H.B. Jassin (ed.), Tenggelamnya Kapal Van der Wijk dalam polemik (1963) dan Junus Amir Hamzah, HAMKA Sebagai Pengarang Roman (1964). Buku lain mengenai HAMKA: Nasir Tamara dkk.(ed.), HAMKA Mata Hati Umat (bunga rampai, 1983).
B. Sinopsis Novel Di Bawah Lindungan Ka'bah
Hamid adalah seorang anak yang terlahir dari keluarga miskin, sejak berusia empat tahun ia telah menjadi yatim. Setelah itu ia diangkat anak oleh keluarga Haji Jafar yang kaya raya. Haji Jafar sangat menyayangi Hamid sama seperti kepada anaknya, Zainab. Hamid juga disekolahkan bersama-sama dengan Zainab di Sekolah rendah.
Hamid dan Zainab saling menyayangi. Kemanapun mereka selalu bersama-sama. Ketika keduanya beranjak remaja, dalam hati masing-masing tumbuh perasaan lain. Mereka merasakan kasih sayang yang bukan hadir antara adik dan kakak. Perasan itu hanya mereka pendam di dalam hati. Hamid tidak berani mengungkapkan isi hatinya, karena dia sadar bahwa dirinya dengan Zainab memiliki perbedaan yang sangat jauh. Zainab anak orang kaya dan terpandang, sementara dirinya anak orang miskin.
Jurang pemisah itu semakin lama semakin dirasakan Hamid. Berbagai peristiwa membuat dirinya lemah. Peristiwa yang pertama Haji Jafar meninggal dunia, tidak lama kemudian disusul oleh ibunya. Kini ia telah yatim piatu yang miskin. Semenjak kematian Haji Jafar, Hamid tidak bebas lagi menemui Zainab karena Zainab dipingit oleh mamaknya.
Semakin bertambah sedih hatinya, ketika mamaknya, Asiah meminta dirinya untuk memebujuk Zainab supaya mau menerima pemuda pilihan mamaknya. Dengan berat hati Hamid menurutinya. Zainab sangat sedih, dalam hatinya ia menolak kenyataan itu. Karena tidak sanggup menanggung beban hatinya, Hamid meninggalkan kampung halamannya tanpa memberitahu kepada Zainab. Ia pergi ke Medan, setelaha di Medan ia mengirim surat kepada Zainab dengan mencurahkan segala isi hatinya. Dari Medan ia melanjutkan perjalanan ke Singapura, kemudian ke Tanah Suci Mekah.
Setelah ditinggalkan oleh Hamid, semangat hidup Zainab semakin berkurang. Ia merasa tersiksa menahan kerinduan kepada Hamid. Begitupun dengan Hamid, ia selalu gelisah menahan kerinduan kepada Zainab. Selama di Mekah Hamid bekeraja pada sebuah penginapan milik seorang syekh, sambil memperdalam ilmu agama dengan tekun.
Setelah setahun Hamid berada di Mekah. Suatu ketika tibalah musim haji, di tempatnya bekerja banyak jemaah haji yang menginap. Diantara jemaah haji itu ada seseorang yang ia kenal yaitu Saleh teman sekampungnya. Betapa bahagia kedua bersahabat itu. Selain sebagai teman sepermainannya dahulu, istri Saleh yaitu Rosna adalah teman dekatnya Zainab. Dari Saleh ia dapat mengetahui tentang kampungnya dan tentang keadaan Zainab.
Dari Saleh juga, ia mengetahui kalu Zainab mencintainya juga. Sejak kepergian Hamid, Zainab sakit-sakitan. Sebab itulah Zainab tidak jadi menikah dengan pemuda pilihan mamaknya. Sementara orang yang sangat dicintainya pergi entah ke mana. Dia selalu menanti dengan penuh harap. Mendengar seperti itu perasaan Hamid bercampur baur, antara bahagia dan sedih. Bahagia karena dia tau Zainab mencintainya, sedih karena Zainab menderita fisik. Hamid merencanakan kembali pulang ke kampung halamannya.
Setelah pertemuan itu, Saleh langsung mengirim surat kepada Rosna menceritakan pertemuannya dengan Saleh. Rosna langsung memberikan surat itu kepada Zainab. Betapa bahagianya hati Zainab mendapat kabar itu, semangat hidupnya tumbuh lagi dan ia merasa semakin rindu kepada Hamid. Ia pun langsung menulis surat untuk Hamid. Hamid menerimanya dengan suka cita. Semakin bergeloralah semangatnya untuk menyelesaikan ibadah haji, agar ia cepat-cepat dapat pulang ke kampung halamannya. Dalam keadaan sakitpun ia tetap wukup. Kondisi tubuhnya semakin melemah, nafsu makannya menurun dan suhu badannya sangat tinggi.
Karena keadaannya yang kurang stabil, Saleh tidak sanggup memberitahukan kabar tentang Zainab. Namun Hamid mempunyai firasat, karena desakannya akhirnya Saleh memberitahukan bahwa Zainab telah meninggal. Keesokan harinya Hamid tetap memaksakan diri untuk berangkat ke Mina, namun dalam perjalanan dia lunglai. Karena melihat sahabatnya seperti itu, Saleh mengupah orang baduy untuk memapah Hamid. Setelah acara di Mina, mereka kemudian menuju Masjidil Haram. Setelah mengelilingi Ka'bah, Hmid inta diberhentikan di Kiswah. Suaranya semakin melemah dan akhirnya berhenti untuk selama-lamanya.
C. Tema
Tema dalam novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) ini bertemakan tentang cinta terhalang kelas sosial. Ini dibuktikan dengan kutipan berikut .
Mustahil dia akan dapat menerima cinta saya, karena dia langit dan saya ini bumi, bangsanya tinggi, dan saya hidup darinya tempat buat lekat hati Zainab. Jika kelak datang waktunya orang tua bermenantu, mustahil pula saya akan termasuk dalam golongan orang yang terpilih untuk menjadi menantu Engku Haji Ja'far. Karena tidak ada yang akan diharapkan dari saya. Tetapi Tuan... kemustahilan itulah yang kerap kali memupuk cinta. (HAMKA, 2010:24).
Dalam kutipan di atas menggambarakan semua persoalan tentang novel. Dimana Hamid saat itu menimbang diri dengan kenyataaan yang ada. Dia merasa tak sederajat dengan Zainab, hingga berbelit-belit masalah dalam pikirannya. Disisi lain ia tak dapat membohongi hatinya sendiri bahwa ia mencintai Zainab, tapi disisi lain ia juga sadar dengan keadaan dirinya yang tak punya apa-apa.
Selain temanya “Cinta terhalang kelas sosial,” penulis menafsirkan tema yang lain yaitu “Kasih tak sampai”. Ini dibuktikan dengan keduanya (Hamid dan Zainab) mengetahui perasaan masing-masing, tetapi setelah kebahagiaan mengetahui perasaan masing-masing itu mereka menderita menahan rindu. Zainab karena tak kuatnya menahan rindu kepada Hamid ia menjadi sakit-sakitan, sampai ia meninggal dunia. Disusul pula dengan Hamid, Hamid meninggal ketika sedang tawaf. Sebelum mereka bertemu dalam ikatan yang sah atau menikah keduanya telah dipanggil oleh Allah SWT.
Kematian Hamid dibuktikan dengan kutipan berikut.
Dibibirnya terbayang suatu senyuman dan...sampailah waktunya. Lepas ia dari tanggapan dunia yang mahaberat ini., dengan keizinana Tuhannya. Di bawah lindungan ka'bah! (HAMKA, 2010:62)
Sementara kematian Zainab dibuktikan dalam surat Rosna kepada Saleh dengan kutipan berikut.
Pada malam 9 Zulhijjah panasnya naik dari biasa. Kira-kira pukul 2 tengah malam dipandangnya adinda tenang-tenang, kemudian pula album yang terletak di meja tulisnya; adinda pun mengertilah apa yang dimaksudnya. Adinda ambil album itu dan adinda buka. Demi dilihatnya gambar Hamid, jatuhlah dua tetes air mata yang bulat dari mata yang telah cekung itu, diambilnya tangan adinda dan tangan ibunya, dibawanya kedadanya. Maka dengan berangsur-angsur laksana lampu yang kehabisan minyak, bercerailah badannya dengan sukmanya (HAMKA, 2010:64).

D. Alur/Plot
1. Susunan Alur
Susunan alur atau plot dalam novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) adalah sebagai berikut:
a. Pengarang mulai melukiskan keadaan
Cerita ini dimulai saat pengarang melaksanakan rukun Islam yang kelima yaitu ibadah haji. Ketika menginjakan kaki di tanah suci, aku menumpang di rumah seorang syekh yang pekerjaan dan pencahariaannya dari memberi tumpangan bagi orang haji. Di tempat tumpangan itu si Aku bertemu dengan seorang pemuda yang berusia kira-kira 23 tahun. Pemuda itu menurut syekh berasal dari Sumatra. Dalam beberapa hari si Aku dapat berkenalan dengannya.
Tetapi baru saja dua bulan si Aku bergaul dengannya, pergaulan itu terusik oleh seorang jemaah dari Padang. Nama Jemaah yang baru itu yaitu Saleh dan sahabat saya sebelumnya yaitu bernama Hamid. Karena merasa penasaran dengan perubahan sifat itu, suatu malam si Aku memberanikan diri menanyakan sebab perubahan sifat itu.
Dengan bukti kutipan berikut.
Pada suatu malam, sedang ia duduk seorang dirinya di atas sutuh, di atas sebuah bangku yang berhamparan daun kurmaberjalin, memandang kepada bintang-bintang yang memancarka`n cahayanya yang indah di halaman langit, saya beranikan hati mendekatkan diri dengannya. Maksud saya kalau dapat hendak membagi kedukaan hatinya. (HAMKA, 2010:9).

Karena merasa percaya kepada si Aku, bahwa rahasia ini akan ditutupi sebelum dirinya meninggal, maka Hamid menceritakan semua pengalamannya yang membuat dirinya bersedih. Dengan bukti kutupan berikut.
“Jika telah demikian Tuan Berjanji, tentu Tuan tidak akan menyia-nyiakan janji itu dan saya telah percaya penuh kepada tuan, karena kebaikan budi Tuan dalam pergaulan kita selama ini. Saya akan menerangkan kepada Tuan sebab-sebab saya bersedih hati, akan saya paparkan satu persatu, bagaimana berkata-kata dengan hati saya sendiri. Memang, saya harap Tuan simpan cerita perasaan saya ini selama saya hidup, tetapi jika saya lebih dahulu meninggal daripada Tuan, siapa tahu ajal di dalam tangan Allah, saya izinkan Tuan menyusun hikayat ini baik-baik, mudah-mudahan ada orang yang akan meratap memikirkan kemalangan nasib saya, meskipun mereka tak tahu siapa saya. Moga-moga air matanya akan menjadi hujan yang dingin memberi rahmat kepada saya di tanah pekuburan.”(HAMKA,2010:10).
Setiap pagi ia menjungjung nyiru berisi gorengan, setiap pagi itu pula seorang perempuan, tetangga baru Hamid selalu memberi gorengan itu. Suatu ketika Hamid ditanya oleh perempuan itu tentang keberadaannya, namanya Mak Asiah. Hamid menjawab dengan apa adanya tentang kehidupannya. Rupanya setelah mendengar penjelasan Hamid, Mak Asiah merasa kasian. Akhirnya Hamid diangkat anak oleh suaminya mak Asiah yaitu Haji Ja'far. Perhatian Haji Ja'far dan Mak Asiah sangat baik. Hamid dianggap seperti anaknya sendiri. Mereka sangat baik kepada Hamid karena perilaku Hamid terpuji dan taat beragama. Karena itu pula Hamid disekolahkan bersama dengan Zainab, anak kandung Haji Jafar di sekolah rendah.
Dengan bukti kutipan berikut.
Pada suatu pagi saya datang ke muka ibu dengan perasaan yang sangat gembira, membawa kabar suka yang sangat membesarkan hatinya, yaitu besok Zainab akan diantarkan ke sekolah dan saya dibawa serta. Saya akan disekolahkan dengan belanja Engku Haji Ja'far sendiri bersama-sama anaknya. (HAMKA, 2010:17).

b. Peristiwa yang bersangkut paut mulai bergerak
Fase ini merupakan fase yang menceritakan Hamid memiliki perasan yang lain terhadap Zainab. Perasaan sayang yang dahulu dirasakan seorang kakak terhadap seorang adik, tetapi kini perasaan itu berubah menjadi rasa sayang seorang seorang laki-laki remaja terhadap gadis remaja.
Bermula saat Hamid dan Zainab tamat tamat sekolah. Seperti biasa karena Zainab anak perempuan ia tidak melanjutkan sekolah, sementara Hamid karena anak laki-laki ia dapat meneruskan sekolah. Itu pun karena bantuan dari Engku Haji Ja'far. Hamid melanjutkan cita-citanya itu di Padang Panjang. Tetapi sejhak ia pindah ke Padang Panjang, ia merasa kesepian. Ia merasa kehilangan teman yang selalu menemaninya Zainab.
Dengan bukti kutipan berikut.
Saya berasa sebagai seorang yang kehilangan, padahal jika saya periksa penaruhan saya, pasti meja tulis, kain dan baju, semuanya cukup. Tetapi badan saya ringan, seakan-akan ada suatu kecukupan yang telah kurang. (HAMKA, 2010:21).

Jika waktu pakansi tiba gembiralah hati Zainab. Tetapi karena perasaan itu, perbuatan Hamid kala di depan Zainab sering menjadi seorang yang bodoh dan pengecut. Segala rencan yang telah ia reka-reka semuanya hilang tatkala berada di depan Zainab.
Dengan bukti kutipan berikut.
Setelah itu saya berangkat; seketika saya melengong yang penghabisan ke belakang, nyata kelihatan oleh saya Zainab berdiri di pintu tengah, melihat kepada saya. Di situ timbul pula kembali sifat saya yang pengecut; saya menghadap ke muka dan saya pun pergi...(HAMKA, 2010:24)
c. Keadaan mulai memuncak
Pada fase ini diceritakan bahwa Hamid mendapatkan musibah besar yang tak disangka-sangkanya secara berturut-turut, yaitu meninggalnya Haji Jafar dan ibunya. Semenjak kepergian Haji Ja'far itu, semuanya menjadi berubah. Hamid tak dapat leluasa menemui Zainab, karena Zainab telah dipingit oleh mamaknya.
Dengan bukti sebagai berikut.
Setelah beberapa lama kemudian, dengan tidak disangka-sangka satu musibah besar telah menimpa kami berturut-turut. Pertama ialah kematian yang sekonyong-konyong dari Engku Haji Ja'far yang dermawan itu...Kematiannya membawa perubahan, yang bukan sedikit kepada perhubungan dengan rumah tangga Zainab. Belum beberapa lama setelah budiman itu menutup mata, datang pula musibah baru kepada diri saya. Ibu saya yang tercinta, yang telah membawa saya menyebrangi hidup bertahun-tahun telah ditimpa sakit, sakit yang selama ini telah melemahkan badannya, yaitu penyakit dada. (HAMKA,2010:25).
...ia melihat kepada saya tenang-tenang, alamat perpisahan yang akhir. Dari mulutnya keluar kalimat baka, bersama kepergian nyawanya ke dalam alam suci...(HAMKA, 2010:31).
d. Peristiwa mencapai klimaks
Fase ini merupakan fase yang sangat dahsyat dalam perjalanan cerita. Sudah sedih kehilangan dua orang yang sangat dicintai yaitu Haji Ja'far dan Ibunya, kini ia dihadapkan pada satu perintah yang bertolak belakang dengan keinginanya. Mak Asiah meminta Hamid untuk melunakan hati Zainab supaya Zainab mau dipertunangkan dengan seorang laki-laki kemenakan almarhum haji Ja'far yang ada di Padang Hulu. Dengan bukti kutipan berikut.
“...Dapatkah engkau menolong mamak, melunakan hatinya dan membujuk dia supaya mau? Hamid! … Mamak percaya kepadamu sepenuh-penuhnya,sebagai mendiang bapakmu percaya kepada engkau!” (HAMKA, 2010:36).

Walaupun dengan berat hati, Hamid tetap mengabulkan permintaan Mak Asiah. Dengan bukti kutipan berikut.
“O, itu namanya perintah, saya kabulkan permintaan Mamak.” (HAMKA, 2010:36).
Setelah selesai Hamid membujuk Zainab, Zainab kelihatannya sedih sekali. Dengan bukti kutipan berikut.
...Setelah kira-kira lima menit lamanya, barulah mukanya diangkatnya, air matanya kelihatan menggelenggang, mengalir setitik dua titik ke pipinya yang halus montok itu. (HAMKA,2010:37).

Setelah kejadian pada pada hari itu, Hamid memutuskan untuk meninggalkan kota Padang tanpa sepengetahuan Zainab. Hamid menuju kota Medan, ketika di Medan Hamid mengirimkan surat kepada Zainab, dengan meberanikan diri mencurahkan segala perasaan yang selama ini dipendamnya. Setelah dari Medan Hamid menuju ke Singapura, selanjutnya ke Tanah Suci Mekah.
e. Pengarang memberikan pemecahan soal dari semua peristiwa
Ketika di Mekah Hamid bertemu dengan Saleh, teman sekampungnya yang kebetulan akan menunaikan ibadah Haji. Kehadiran Saleh memberikan informasi kepada Hamid tentang keadan di kampungnya dan tentang Zainab. Tentu ini semua membuat bahagia Hamid. Saleh juga memberi tahu bahwa Zainab mencintai Hamid, Saleh tau hal tersebut dari istrinya yaitu Rosna yang kebetulan Rosna adalah teman sepermainannya Zainab. Dibuktikan lagi dengan surat yang dikirim Zainab kepada Hamid. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
Hanya kepada bulan purnama di malam hari adinda bisikan dan pesankan kerinduan adinda hendak bertemu. Tetapi, bulan itu tak tetap datang; pada malam yang berikutnya dan seterusnya ia kian surut...Hanya kepada angin petang yang berhembus diranting-ranting kayu dekat rumahku, hanya kepadanya aku bisikan menyuruh supaya ditolongnya memeliharakan Abangku yang berjalan jauh...(HAMKA, 2010:57).

Begitupun dengan Zainab kini ia telah mengetahui keberadaan Hamid, seseorang yang ia nantikan selama bertahun-tahun. Karena Saleh pula cinta keduanya jadi terbuka, Hamid dan Zainab kini sama-sama telah mengetahui perasaan masing-masing, yang ternyata cinta mereka tidak bertepuk sebelah tangan.
Tetapi sebelum keduanya bertemu di tanah air, Tuhan telah berkehendak lain. Zainab dipanggil-Nya, disusul pula oleh Hamid yang juga di paggil-Nya.
Jadi berdasarkan uraian di atas susunan alur/plot novel Di Bawah Lindungan Ka'bah Karaya Haji Abdul Malik Karim Amrulla (HAMKA) dapat dikatakan sebagai plot sorot balik atau flasback.
2. Ketegangan atau suspence
1. Saat Hamid diminta oleh Mak Asiah untuk melunakan hati Zainab agar menerima pinangan laki-laki pilihan mamaknya. Saat ini tergambar bagaiman keraguan dan kebimbangan hati Hamid. Disisi lain ia tak mau mengecewakan Mak Asiah yang telah memberi kepercayaan kepadanya, disisi lain perasaan Hamid bertolak belakang dengan keinginan Mak Asiah. Dari keraguan itu menimbulkan pertanyaan, apakah Hamid menuruti permintaan Mak Asiah atau tidak untuk melunakan hati Zainab?
2. Setelah Hamid dan Zainab sama-sama mengetahui perasaan masing-masing yaitu saling mencintai, apakah mereka akan bersatu dalam ikatan yang sah yaitu sebuah pernikahan?

3. Padahan Pembayangan
1. Hamid tidak melakukan perintah Mak Asiah dengan dasar ia tak sanggup menyuruh Zainab mengerjakan suatu pekerjaan yang berlawanan dengan kehendak hatinya. Tetapi dalam kenyataannya, Hamid tetap melakukan perintah Mak Asiah walupun demgan berat hati.
2. Dugaan pembaca saat Hamid dan Zainab mengetahui perasaan masing-masing dan ternyata cinta keduanya tidak bertepuk sebelah tangan, yaitu cinta keduanya dapat dilabuhka sampai pernikahan. Tetapi kenyataannya sebelum keduanya bertemu, keduanya terlebih dahulu telah dipanggil oleh Allah SWT. Hingga cinta keduanya sebatas angan-angan.
4. Gambaran susunan alur/plot secara kualitatif
Secara kualitatif susunan alur atau plot novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) adalah alur atau plot erat. Disebut alur atau plot erat karena dari awal cerita hingga akhir cerita memiliki hubungan yang kuat sekali, antara peristiwa satu keperistiwa yang lain. Hubungannya begitu padu, sehingga jika pembaca melompati salah satu peristiwa, pembaca tidak akan menemukan cerita secara utuh dan akan mengurangi kesan yang menarik yang telah disampaikan penulis.
5. Gambaran susunan alur/plot secara kuantitatif
Secara kuantitatif alur atau plot novel Di Bawah Lindungan Ka'bah ini yaitu alur atau plot ganda. Disebut alur atau plot ganda karena susunan peristiwanya lebih dari satu. Cerita dari awal sampai akhir menceritakan menceritakan Hamid seorang laki-laki dari keluarga miskin yang mencintai Zainab seorang gadis dari keluarga kaya dan ayahnya yang mengangkat anak kepada Hamid. Hubungan mereka pun berawal dari seorang kaka dan seorang adik. Tapi lambat laun, ketika usia mereka menginjak remaja, perasaan mereka bukanlah perasaan seorang kakak dan seorang adik lagi. Begitulah seterusnya hingga akhir cerita. Semuanya menceritakan kisah cinta Hamid dan Zainab.
E. Tokoh dan Perwatakan
1. Tokoh-tokoh
a. Hamid sebagai tokoh utama karena Hamid digambarkan dalam cerita hampir menjelajahi seluruh persoalan.
b. Zainab sebagai tokoh utama karena Zainab tokoh yang menjadi kejaran Hamid dan hampir menjelajahi seluruh persoalan.
c. Ibu sebagai tokoh bawahan karena kehadirannya hanya saat-saat tertentu dan tidak menjelajahi seluruh persoalan dalam cerita.
d. Haji Ja'far sebagai tokoh bawahan karena kehadiranya dalam cerita tidak menjelajahi seluruh persoalan.
e. Mak Asiah sebagai tokoh bawahan karena kehadiranya dalam cerita tidak menjelajahi seluruh persoalan.
f. Saleh sebagai tokoh bawahan karena kehadiranya dalam cerita tidak menjelajahi seluruh persoalan.
g. Rosna sebagai tokoh bawahan karena kehadirannya dalam cerita tidak menjelajahi seluruh persoalan.
2. Penggambaran watak tokoh-tokoh
a. Tokoh Hamid
Tokoh Hamid mempunyai watak berubah/roud character. Hal tersebut di atas digambarkan oleh pengarang sebagai berikut.
1) Cara langsung atau Analitik
Pada bagian lain Hamid digambarkan sebagai seorang laki-laki yang tabah dan sabar serta tegar. Pada penggambaran ini dinamika kepribadian Hamid yang dominan yaitu superego yang menguasai aspek atau tugas kerja id dan ego...sehingga Hamid berperilaku baik dan taat kepada nilai dan norma, baik norma hukum, sosial, dan agama.
Dengan bukti kutipan berikut.
...Hidupnya amat sederhana, tiada lalai dari ibadat, tiada suka membuang waktu kepada yang tidak berpaedah, lagi amat suka memperhatikan buku-buku agama, terutama kitab-kitab yang menerangkan kehidupa orang-orang yang suci, ahli-ahli tasawuf yang tinggi (HAMKA, 2010:7).
Pada bagian lain ia digambarkan menjadi seorang yang pemurung, pengecut. Dengan bukti kutipan berikut.
...kadang-kadang kelihatan ia bermenung seorang diri di atas sutuh rumah tempatnya tinggal, melihat tenang-tenang kepada “gela'ah” (benteng-benteng) tua di atas puncak Jabal Hindi. (HAMKA, 2010:8).
...Cuma ketika berhadapan dengan Zainab dalam rumahnya mulut saya tertutup, saya menjadi seorang bodoh dan pengecut. (HAMKA, 2010:22).



2) Cara tak langsung atau Dramatik
a) Dengan menggambarkan fisik tokoh
...Seorang anak muda yang baru berusia kira-kira 23 tahun, badannya kurus lampai, rambutnya hitam berminyak, sifatnya pendiam, suka bermenung seorang diri...(HAMKA, 2010:7).
b) Dengan menggambarkan tempat atau lingkungan tokoh
Setelah Hamid memutuskan meninggalkan kampungnya ia pergi ke Medan, terus melanjutkan perjalanan ke Singapura. Dan kemudian dia pergi ke Tanah Suci Mekah. Di Mekah ia bekerja pada sebuah penginapan milik syekh, sambil bekerja ia terus memperdalam ilmu agamanya.
Dengan bukti kutipan berikut.
Tidak lama saya di Medan, saya menuju Singapura, mengembara ke Bangkok,berlayar terus memasuki tanah-tanah Hindustan, dan dari Karachi berlayar menuju ke Basrah, masuk ke Irak, melalui Sahara Nejd dan akhirnya sampailah saya ke Tanah Suci ini.
Sekaran sudah Tuan lihat, saya telah ada di sini, di Bawah Lindungan Ka'bah yang suci, terpisah dari pergaulan manusia yang lai. Disinilah saya selalu terpekur dan bermohon kepada Tuhan sarwa sekalian alam, supaya ia memberi saya kesabaran dan keteguhan hati menghadapi kehidupan. Setiap malam saya duduk beritikaf di dalam Masjidil Haram, doa saya telah berangkat ke langit hijau membungbung ke dalam alam gaib bersama-sama permohonan segala makhluk yang makbur. (HAMKA, 2010:41-42) .
Jadi, tokoh Hamid digambarkan wataknya dengan cara camupan.
b. Zainab
Zainab mempunyai watak berubah/roud character. Tokoh Zainab ini digambarkan oleh pengarang mengalami perubahan wataknya, setelah terjadi peristiwa yaitu Hamid pergi tanpa memberi tahu dirinya. Hal tersebut di atas digambarkan oleh pengarang sebagai berikut.
1) Cara Langsung atau Dramatik
Zainab seorang gadis yang baik, walaupun ia anak orang kaya tetapi dia mau berteman dengan orang miskin. Dengan bukti kutipan berikut.
...meskipun saya hanya anak yang beroleh tolongan dari ayahnya, sesekali tidaklah Zainab memandang saya sebagai orang lain lagi, tidak pula pernah mengangkat diri, agaknya karena kebaikan didikan ayah bundanya. (HAMKA,2010:17-18).

2) Cara Tak Langsung atau Dramatik
a) Menggambarkan tempat lingkungan tokoh
Zainab lahir dan tumbuh pada keluarga kaya dengan didikan orang tua yang memegang agama, peramah, dan mencintai orang miskin. Sehingga wataknya tak jauh dari dari kedua orang tuanya yaitu rendah diri. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
...tidak pernah mengangkat diri, agaknya karena kebaikan didikan ayah bundanya...(HAMKA, 2010:17-18).
b) Dengan menggambarkan perbuatan atau tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa.
Zainab seorang gadis yang lemah. Dengan bukti kutipan dari surat Rosna kepada Saleh sebagai berikut.
Akan hal Zainab, ia sekarang sakit-sakitan, badannya telah kurus. Agaknya karena selalu ingat kepada kejadian yang lama-lama itu...(HAMKA, 2010:55).


Zainab menjadi putus asa. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
Semenjak itu, entah di lautan entah di daratan, berita tak sampai-sampai lagi,kian lama dia hilang, kian berdiri dia dalam ingatanku. Kadang-kadang saya menjadi putus pengharapan, hatiku kerap berkata, bahwa saya takan bertemu lagi dengan dia. (HAMKA, 2010:50)
Jadi, tokoh Zainab digambarkan wataknya dengan cara campuran, yaitu dengan cara langsung dan tak langsung.
c. Tokoh Haji Ja'far
Tokoh Haji Ja'far mempunyai watak datar atau flat character. Dalam cerita ini, Haji Ja'far intensitas keterlibatanya hanya digambarkan sedikit, itu pun memiliki watak tidak berubah. Hal tersebut di atas digambarkan oleh pengarang sebagai berikut.
1) Dengan cara langsung atau analitik
Haji Ja'far mempunyai watak baik hati dan dermawan. Hal ini dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.
...ia seorang yang sangat dicintai oleh penduduk negeri, karena ketinggian budinya dan kepandaiannya dalam pergaulan; tidak ada satupun perbuatan umum di sana yang tak dicampuri oleh Engku Haji Ja'far.(HAMKA, 2010:25).
Pribahasa yang halus dari Mak Asiah, adalah didikan juga dari suaminya, adalah seorang hartawan yang amat peramah kepada fakir dan miskin. (HAMKA, 2010:17)
2) Cara Tak Langsung atau Dramatik
a) Dengan menggambarkan perbuatan atau tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa.

Haji Jafar memiliki watak dermawan. Dengan bukti kutipan berikut.
...besok Zainab akan diantarkan ke sekolah dan saya dibawa serta. Saya akan disekolahkan dengan belanja Engku Haji Ja'far sendiri bersama-sama anaknya. (HAMKA, 2010:17).
b) Dengan menggambarkan dialog para tokoh
(1) Dialog tokoh Haji Ja'far dengan tokoh lain yaitu sifat dermawan. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
“Belajarlah sungguh-sungguh, Hamid, mudah-mudahan engkau lekas pintar dalam perkara agama dan dapat hendaknya saya menolong engkau sampai tamat pelajaranmu...”(HAMKA, 2010:24)
(2) Dialog tokoh lain yaitu ibu dengan Hamid yang menceritakan watak tokoh Haji Ja'far.
Haji Ja'far memiliki watak dermawan. Dengan kutipan sebagai berikut.
“Ayahnya, orang yang telah memenuhi cita-cita kita dengan nikmat...” (HAMKA, 2010:28).
Jadi, Haji Ja'far digambarkan wataknya dengan cara campuran, yaitu dengan cara langsung atau analitik dan dengan cara tak langsung atau dramatik.
d. Mak Asiah
Mak Asiah mempunyai watak datar/flat character, karena intensitas keterlibatannya juga sedikit. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.
1) Cara langsung atau analitik
Sama halnya dengan dengan Haji Ja'far, Mak Asiah pun memiliki watak dermawan dan rendah hati, serta memiliki rasa belas kasihan. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
...sekali-kali tiada meninggikan diri, sebagai kebiasaan perempuan-perempuan istri orang hartawan atau orang berpangkat yang lain. Bahkan ibuku dipandangnya sebagai saudaranya, segala perasaian dan penanggungan ibu didengarnya dengan tenang dan muka yang rawan...(HAMKA, 2010:16).
2) Cara tak langsung atau dramatik
a) Dengan menggambarkan fisik tokoh
Watak Mak Asiah yaitu penyayang. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
Perempuan itu memakan sirih, mukanya jernih, peramah dan penyayang. (HAMKA,2010:15)
b) Dengan menggambarkan perbuatan atau tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa
Mak Asiah memiliki watak hatinya mudah tersentuh, ketika mendengar kesusahan orang lain. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
...segala perasaian dan penanggungan ibu didengarnya dengan tenang dan muka rawan, kadang-kadang ia pun turut menangis waktu ibu menceritakan hal-hal yang sedih-sedih. Sehingga waktu cerita itu habis, terjadilah diantara keduanya persahabatan yang kental, harga-menghargai dan cinta mencintai. (HAMKA, 2010:16).
Jadi, tokoh Mak Asiah digambarkan wataknya dengan cara campuran, yaitu dengan cara langsung atau analitik dan dengan cara tak langsung atau dramatik.
e. Tokoh Ibu
Ibu digambarkan menjadi seorang tokoh yang mengalami perubahan watak. Pada bagian lain ibu memiliki watak putus asa, tetapi dibagian lain lagi ibu memiliki watak tidak putus harapan. Kadangkala ibu seorang pemarah, seorang yang penuh kasih sayang. Hal tersebut digambarkan oleh pengarang sebagai berikut.
1) Cara langsung atau analitik
Pada bagian ini ibu memiliki sifat putus asa, dengan bukti kutipan sebagai berikut.
...kemiskinan telah menjadikan ibu putus harapan memandang kehidupan dan pergaulan dunia ini, karena tali tempat bergantung sudah putus dan tanah tempat berpijak sudah terban...(HAMKA, 2010:11).
Pada bagian kedua ibu memiliki sifat pemarah, dengan bukti kutipan berikut.
...Mula-mula ibu seakan-akan hendak menampik, dia agak marah kepada saya, kalau-kalAu saya telah bercepat mulut menerangkan untung perasaian kami kepada orang lain. (HAMKA, 2010:16).
Pada bagian lain ibu memiliki watak tidak putus harapa. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
...Tetapi ibu kelihatan tidak putus harapa, ia berjanji akan berusaha, supaya kelak saya menduduki bangku sekolah, membayarkan cita-cita almarhum suamiya yang sangat besar angan-angannya, supaya kelak saya menjadi orang yang terpakai dalam pergaulan hidup (HAMKA, 2010:13).
Pada bagian selanjutnya ibu bersifat sabar. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
Masa setahun lagi ditunggunya dengan sabar (HAMKA, 2010:13).
Ibu juga memiliki sifat penyayang, ia tidak menginginkan Hamid sedih, dan ia juga tidak mengharapkan anaknya tak punya teman, sehingga disuruhya Hamid untuk bermain. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
Di waktu teman-teman bersukaria bersenda gurau, melepaskan hati yang masih merdeka, saya hanya duduk dalam rumah didekat ibu, mengerjakan apa yang dapat saya tolong. Kadang-kadang ada juga disuruhnya saya bermain-main, tetapi hati saya tiada dapat gembira sebagai teman-teman itu, karena kegembiraan bukanlah saduran dari luar, tetapi terbawa oleh sebab-sebab yang boleh mendatangkan gembira itu. (HAMKA, 2010:12).

2) Cara tak langsung atau dramatik
a) Dengan menggambarkan perbuatan atau tingkah laku tokoh atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa.
Ibu memiliki watak peka terhadap keadaan. Dengan bukti kutipan berikut.
“Sebagai seorang yang telah lama hidup, ibu telah mengetahui suatu rahasia pada dirimu.” (HAMKA, 2010:27).
Jadi, tokoh ibu digambarkan wataknya dengan cara campuran, yaitu cara langsung atau analitik dan cara tak langsung atau dramatik.
f. Tokoh Saleh
Tokoh Saleh mempunyai watak berubah/roud character. Pada sisi lain Saleh memiliki watak susah memegang rahasia, tapi pada sisi lain lagi ia seorang yang setia kawan. Hal tersebut digambarkan oleh pengarang sebagai berikut.
1) Cara langsung atau analitik
Saleh memiliki watak setia kawan. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
...Demi kelihatan hal itu jantung saya berdebar-debar, saya kasihan kepadanya, kalau-kalu ditempat itulah ia akan bercerai buat selama-lamanya dengan kami...(HAMKA, 2010:60)
2) Cara tak langsung atau dramatik
a) Dengan menggambarkan dialog para tokoh
Saleh memiliki watak susah memegang rahasia. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
“Barangkali terganggu perjalanan jiwa menuju bakti dan kesucian karena mendengar berita yang saya bawa itu.” kata Saleh, “Tetapi saya sebangsa orang tiada tahan memegang rahasia, sehingga terkatan juga olehku kepada engkau dan beruntung egkau Hamid...berbahagia sekali.” (HAMKA, 2010:52).
b) Dengan menggambarkan perbuatan atau tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa
Saleh memiliki watak setia kawan. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
...Karena penyakit Hamid rupanya bertambah berat, terpaksalah kami mencarikan orang Badui upahan...(HAMKA, 2010:60).
g. Tokoh Rosna
Tokoh Rosna mempunyai watak flat character atau watak datar. Dari awal sampai akhir watak Rosna digambarkan tidak ada perubahan. Hal tersebut digambarkan oleh pengarang sebagai berikut.
1) Cara langsung atau Analitik
Rosna memiliki watak setia dan teguh hati. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
...Dia menceritakan kepadaku, bahwa dia telah beristri dan istrinya telah sudi melepaskan dia berlayar sejauh itu, padahal mereka baru kawin. Dipujinya istrinya sebagai seorang perempuan yang setia yang teguh hati melepas suaminya berjalan jauh, karena untuk menambah pengetahuannya... (HAMKA, 2010:43)
Rosna juga memiliki watak mudah tersentuh. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
Tiada tahan rupanya hati istriku melihat kejadian itu, maklumlah kaum perempuan itu seperasaan... (HAMKA, 2010:44).
2) Dengan cara tak langsung atau dramatik
a) Dengan menggambarkan perbuatan atau tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa
Rosna memiliki watak setia kawan, dengan keadaan yang bagaimana pun ia selalu berada di samping Zainab. Ketika Zainab bersedih, ia menjadi tempat mencurahkan isi hati, ia memeluk Zainab karena merasakan sedihnya hati Zainab. Dengan bukti kutipan berikut.
...seketika lamanya kedua sahabat itu berpeluk-pelukan, bertangis-tangisan, tidak berkata-kata. (HAMKA, 2010:46)
Jadi, tokoh Rosna digambarkan wataknya dengan cara campuran, yaitu dengan cara langsung atau analiti dan cara tak langsung atau dramatik.
h. Tokoh Aku ( Pengarang)
Tokoh aku memiliki watak datar. Hal tersebut digambarkan pengarang sebagai berikut.
1) Cara langsung atau analitik
Tokoh aku memiliki watak lemah hati. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
Sebenarnya saya ini pun seorang yang lemah hati, kesedihannya itu telah berpindah ke dada saya, meskipun saya tak tahu apa yang disedihkannya. (HAMKA, 2010:9)
2) Cara tak langsung atau dramatik
a) Dengan menggambarkan dialog tokoh
Tokoh Aku memiliki watak mudah dipercaya, ini dibuktikan dengan Hamid mempercayai dirinya dapat memegang rahasia. Dengan bukti kutipan berikut.
“...saya telah percaya penuh pada Tuan, karena kebaikan budi Tuan dalam pergaulan kita selama ini...” (HAMKA, 2010:10).
Jadi, tokoh aku digambarkan wataknya dengan cara campuran, yaitu dengan cara langsung atau analitik dan cara tak langsung atau dramatik.
F. Latar atau Setting
1. Latar Tempat
a. Di Mekah
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti di bawah ini.
1) ...Dua hari kemudian saya pun sampai di mekkah, Tanah Suci kaum muslim sedunia. (HAMKA, 2010:5)
2)...Akhirnya sampailah saya ke tanah suci ini. (HAMKA, 2010:42).
3) ...pada hari keduabelas kami berangkat ke Mekkah...(HAMKA, 2010:60)
b. Di Kota Padang
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti di bawah ini.
...Ayah pindah ke kota padang, tinggal dalam rumah kecil yang kami diami itu...(HAMKA, 2010:12).
c. Di Rumah
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti di bawah ini.
...saya hanya duduk dalam rumah didekat ibu...(HAMKA, 2010:12).
d. Di Halaman Rumah
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti di bawah ini.
1) ...setelah saya akan meninggalkan halaman rumah itu...(HAMKA, 2010:15)
2) ...saya dan Zainab bersama teman-teman kami yang lain berlari-lari bermain galah dalam pekarangan rumahnya...(HAMKA, 2010:18).
e. Di Puncak Gunung Padang
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti di bawah ini.
Waktu orang berlimau, sehari orang akan berpuasa, kami dibawa ke atas puncak Gunung Padang...(HAMKA, 2010:19).
f. Di Padang Panjang
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti di bawah ini.
1) Saya tidak beberapa bulan setelah tamat sekolah, berangkat ke Padang Panjang...(HAMKA, 2010:21).
2) Setelah puasa habis, saya kembali ke Padang Panjang. (HAMKA, 2010:24).

g. Di Pesisir Arau
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti di bawah ini.
...di waktu saya sedang berjalan-jalan seorang diri di Pesisir Arau yang indah itu... (HAMKA, 2010:32).
h. Pekuburan Ma'ala
Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.
Sehari sebelum kami meninggalkan Mekkah, pergilah kami berziarah ke kuburan Ma'ala, tempat Hamid di kuburkan. (HAMKA, 2010:65).

2. Latar Waktu
a. Tahun 1927
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti di bawah ini.
1) Mekah Pada Tahun 1927 (judul bagian 1). (HAMKA, 2010:5).
2) Konon kabarnya, belumlah pernah orang naik haji seramai tahun 1927 itu, baik sebelum itu ataupun sesudahnya. (HAMKA, 2010:5).
b. Bulan Ramadan, Bulan Syawal
Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.
Baharu dua bulan saja, semenjak awal Ramadan sampai syawal... (HAMKA, 2010:7).
c. Bulan Zulhijjah
Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.
1) Pada hari kedelapan bulan Zulhijjah, datang perintah dari syekh kami... (HAMKA, 2010:59).
2) Pada malam 9 Zulhijjah panasnya naik dari biasa. (HAMKA, 2010:59).
d. Pagi
Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.
1) Pada suatu pagi saya datang ke muka ibu... (HAMKA, 2010:17).
2) Besok paginya, saya tidak menjunjung nyiru tempat kue lagi... (HAMKA, 2010:17).
3) Tiap-tiap pagi saya selalu di hadapan rumah itu... (HAMKA, 2010:15).


e. Hari Minggu
Hal tersebut dapat dilihat dari bukti kutipan sebagai berikut.
Hari Minggu kami diizinkan pergi ke tepi laut...(HAMKA, 2010:18).
f. Malam
Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.
1) Pada suatu malam, sedang ia duduk seorang dirinya... (HAMKA, 2010:9).
2) Di waktu malam, ketika akan tidur, kerap kali Ibu menceritakan kebaikan Ayah... (HAMKA, 2010:12).
g. Sore
Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan sebagai berikut.
...Kadang-kadang di waktu sore kami duduk di beranda muka... (HAMKA, 2010:18).

3. Latar Lingkungan Sosial
a. Lingkungan sosial keagamaan
Hal tersebut dibuktikan dengan pelaksanaan ibadah haji. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
1) ...Pergi wukuf ke Arafah menjadi rukun yang tak dapat ditinggalkan pada pekerjaan haji, tak dapat ia pun mesti ikut ke sana... (HAMKA, 2010:59).
2) ...berhenti sebentar di Mudzalifah memilih batu untuk melempar “jumroh”di Mina itu kelak...(HAMKA, 2010:60).
3) ...dibawalah dia tawaf keliling Ka'bah tujuh kali (HAMKA, 2010:61).
b. Lingkungan sosial penghasilan rendah
Hal tersebut dibuktikan dengan Hamid ketika kecil ia harus mencari rizki sendiri untuk menyambung hidup dirinya dan ibunya. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
1) Setelah saya agak besar, saya lihat banyak anak-anak yang sebaya saya menjajakan kue-kue; maka saya mintalah kepadanya supaya dia sudi pula membuat kue-kue itu, saya sanggup menjualkannya dari lorong ke lorong, dari satu beranda rumah orang-orang ke beranda yang lain, mudah-mudahan dapat meringankan agak sedikit tanggungan yang berat itu. (HAMKA, 2010:13).
2) Tiap-tiap pagi saya lalu di hadapkan rumah itu menjungjung nyiru berisi goreng pisang...(HAMKA, 2010:15).

4. Latar Suasana
a. Suasana sedih
1) Hal tersebut digambarkan ketika Hamid sedang melakukan tawaf, ia mengeluarkan air mata. Dengan bukti kutipan berikut.
...air matanya titik amat derasnya membasahi sorban yang membalut dadanya...(HAMKA, 2010:8).
2) Suasana sedih anak perempuan yang tamat sekolah karena akan masuk pingitan. Dengan bukti kutipan berikut.
Yang berasa sedih amat, adalah anak-anak perempuan yang akan masuk pingitan; tamat sekolah bagi mereka artinya suatu sangkar yang telah tersedia buat seekor burung yang bebas terbang...(HAMKA, 2010:20).
3) Suasana sedih karena kematian Haji Jafar dan ibunya. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
“Tidak mak, cuma kematian yang bertimpa-timpa itu agak mendukakan hatiku, itulah sebabnya saya kurang keluar dari rumah.” (HAMKA, 2010:33).
4) Suasana sedih ketika Hamid melunakan hati Zainab supaya mau ditunangankan. Dengan bukti kutipan berikut.
...air matanya kelihatan menggelenggang, mengalir, setitik dua titik kepipinya... (HAMKA, 2010:37).
5)Suasana sedih ketika Zainab menceritakan isi hatinya kepada Rosna. Dengan bukti kutipan berikut.
Air mata Zainab kembali jatuh... (HAMKA, 2010:45).
6) Suasana sedih ketika Hamid mengetahui bahwa Zainab telah meninggal. Dengan bukti kutipan berikut.
Melihat itu kepalanya tertekun ia menarik nafas panjang, dari pipinya meleleh dua titik air mata yang panas. (HAMKA, 2010:61).

b. Suasana Bahagia
1) Suasana bahagia ketika Hamid dapat bersekolah. Dengan bukti kutipan berikut.
Pada suatu pagi saya datang ke muka ibu saya dengan perasaan yang sangat gembira, membawa kabar suka yang sangat membesarkan hatinya, yaitu besok Zainab akan diantarkan ke sekolah dan saya dibawa serta. Saya akan disekolahkan dengan belanja Engku Haji Ja'far sendiri bersama-sama anaknya.
Mendengar perkataan itu, terlompatlah air mata ibuku karena suka cita, kejadian yang selama ini sangat diharap-harapkannya. (HAMKA, 2010:17).
2) Suasana bahagia jika waktu pakansi tiba. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
Bilamana pakansi puasa telah datang, gembiralah hati saya, karena akan dapat saya menghadap ibu saya, memaparkan dihadapannya, bahwa dia sudah patut gembira, karena anaknya ada harapan akan menjadi orang alim... (HAMKA, 2010:22).
3) Suasana bahagia ketika pakansi tiba, bertemu dengan ibu dan Haji Ja'far serta dengan Mak Asiah dan Zainab. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
...Ibu saya titik air matanya karena kegirangan, Engku Haji Ja'far tersenyum mendengar saya mengucapkan terima kasih. Mak Asiah memuji saya sebagai anak yang berbudi. (HAMKA, 2010:22).
4) Suasana bahagia saat Hamid berkunjung ke rumah Zainab. Dengan bukti kutipan berikut.
Waktu itu kelihatan nyata oleh saya mukanya merah, nampak sangat gembiranya melihat kedatangan saya. (HAMKA, 2010:33).
5) Suasana bahagia Mak Asiah datang saat Hamid sudah ada di rumahnya. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
Mak Asiah masuk dengan gembira, seraya berkat, “Sudah lama, Mid?” (HAMKA, 2010:34).
6) Suasana bahagia setelah Saleh selesai bercerita tentang Zainab. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
Habis cerita sahabatku Hamid sehingga itu, mukanya kelihatan berseri-seri,sebab simpanan dadanya yang meluap selama ini telah dapat ditumpahkannya kepada orang yang dipercayainya. (HAMKA, 2010:54).


7) Suasana bahagia ketika Hamid mendapat surat dari Zainab. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
Akan dapatkah dilukiskan, dapatkah diperikan bagaiman wajah Hamid ketika membaca surat itu.Dapatkah,mungkinkah dikira-kirakan bagaiman perasaannya waktu itu? Surat demikian adalah pengharapannya selama ini,buah mimpinya.Memikirkan kerendahan derajatnya, tiadalah disangka-sangkanya, bahwa ia akan seberuntung itu, menerima surat Zainab. (HAMKA, 2010:57).
G. Gaya
1. Gaya pengarang
Gaya pengarang dalam mengungkapkan seluruh cerita adalah dengan bentuk narasi dan deskripsi. Pengarang mengungkapkan tema yang dipilihnya dengan bahasa yang halus, disertai dengan bahasa-bahasa yang berhubungan dengan keagamaan. Dia memilih susunan peristiwa agak berbelit-belit, karena dalam cerita ada sebuah cerita, sehingga membutuhkan ketelitian bagi pembaca. Tokoh yang ditampilkan diungkapkan secara terang-terangan. Untuk setting banyak perubahan, pada bagian awal latar tempat digambarkan di Mekah, pada penggambaran selanjutnya dibeda tempat, sehingga susah dicerna oleh pembaca. Dia menyusun plot tanpa dimulai dari awal, tetapi pada bagian amanat sangat jelas tergambar. Hal tersebut dapat dilihat dari bukti di bawah ini.
a. Bahasa-bahasa yang digunakan berhubungan dengan keagamaan. Dengan bukti kutipan berikut.
...pergi wukuf ke Padang Arafah menjadi rukun yang tak dapat ditinggalkan pada pekerjaan haji... (HAMKA, 2010:59).
b. Karakter-karakter tokoh yang ditampilkan diungkapkan secara terang-terangan. Dengan bukti kutipan berikut.
...Mak Asiah memuji saya sebagai anak yang berbudi... (HAMKA, 2010:22).

c. Setting tempat banyak perubahan. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
Tiada lama saya di Medan, saya menuju ke Singapura, mengembara ke Bangkok, berlayar terus memasuki tanah-tanah Hindustan, dan dari Karachi berlayar menuju Basrah, masuk ke Irak, melalui Sahara Nejd dan akhirnya sampailah saya ke Tanah Suci ini. (HAMKA, 2010:41-42).
2. Gaya bahasa
Gaya bahasa yang banyak dituangkan pengarang dalam memperkuat cerita novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) adalah sebagai berikut.
a. Gaya bahasa asosiasi
1) ...Merapi dengan kepundannya yang laksana disepuhi emas... (HAMKA, 2010:21).
2) ...setelah melayap laksana satu bayangan, ia pun hilang dan tidak akan kembali lagi...(HAMKA, 2010:39).
3) Bertahun tahun kami hidup laksana beradik berkakak... (HAMKA, 2010:48).
4) ...laksana seorang pendeta pertapa yang benci akan dunia leta ini. (HAMKA, 2010:48).
5) Surat itu saya pandang laksana sehelai azimat untuk penawar hatiku... (HAMKA, 2010:50).
6) Ia laksana setetes embun yang turun dari langit, bersih dan suci. (HAMKA, 2010:51).
7) Saya hidup laksana seorang buangan yang tersisih pada suatu padang belantara yang jauh, laksana seorang bersalah besar yang dibuang ke pulau, tiada manusia menengok, tidak ada kawan yang melihat, ditimpa haus dan dahaga. (HAMKA, 2010:53).
8) ...laksan seekor burung yang terlepas dari sangkarnya sepeninggalan yang empunya pergi. (HAMKA, 2010:56).
9) ...laksana lampu yang kehabisan minyak, bercerailah badanya dengan sukmanya. (hamka, 2010:64).
10) Bukit-bukit yang gundul itu tegak dengan teguhnya laksana pengawal yang menyaksikan dan menjagai orang haji yang berangsur pulang ke kampungnya masing-masing. (HAMKA, 2010:65).
11) ...air mata anakanda yang selama ini banyak tercurah, tidak bagai air yang tenggelam di pasir... (HAMKA, 2010:39).
b. Gaya bahasa hiperbolisme
1) ...terlompatlah air mata ibuku karena suka cita... (HAMKA, 2010:17).
2) ...dan kadang-kadang memberi melarat kepada jiwamu. (HAMKA, 2010:28).
3) ...saya karam dalam permenungan... (HAMKA, 2010:32).
4) ...air matanya kelihatan menggelenggang...(HAMKA, 2010:37).
5) ...saya patahkan hati anaknya yang hanya satu...(HAMKA, 2010:40).
6) ...saya telah karam di dalam khayal... (HAMKA, 2010:48).
7) ...dia telah meninggalkan saya dengan gelombang angan-angan... (HAMKA, 2010:50).
8) Dan kapalku memecahkan ombak dan gelombang menuju Tanah air yang tercinta. (HAMKA, 2010:66).
9) ...karam rasanya bumi ini saya pijakan... (HAMKA, 2010:38).
c. Gaya bahasa antithese
1) ...kita akan bertemu dengan yang tinggi dan yang rendah, kita akan bertemu dengan kekayaan dan kemiskinan, kesukaan dan kedukaan, tertawa dan ratap tangis. (HAMKA, 2010:6).
2) ...di antara kaya dan miskin, mulia dan papa... (HAMKA,2010:27).
3) ...tidak memperbeda-bedakan di antara raja-raja dengan orang minta-minta, tidak menyisihkan orang kaya denganorang miskin, orang hina dengan orang mulia... (HAMKA, 2010:28).
d. Gaya bahasa personifikasi
1) ...tiba-tiba datang ombak yang agak besar, dihapuskannya unggunan yang kami dirikan itu... (HAMKA, 2010:18).
2) ...dicelah-celah ombak yang memecah ke atas pasir... (HAMKA, 2010:32).
3) ...memperhatikan pergulatan ombak dan gelombang... (HAMKA, 2010:48).
e. Gaya bahasa repetisi
1) Masa itu sedang rimbun, bunga sedang kembang dan buah sedang lebat... (HAMKA, 2010:12).
2) ...Engkau tentu memikirkan juga, bahwa emas tak setara dengan loyang, sutra tak sebangsa dengan benang. (HAMKA, 2010:27).
f. Gaya bahasa klimaks
1) Senantiasa saya hitung pertukaran hari ke bulan dan dari bulan ke tahun... (HAMKA, 2010:22).
2) ...mereka itu mendakwakan bersaudara, berkarib, berfamili. (HAMKA, 2010:12).
g. Gaya bahasa euphimisme
1) ...bersama dengan kepergian nyawanya ke dalam alam suci... (HAMKA, 2010:31).
2) Ia telah memnggil orang yang dicintai-Nya kehadirat-Nya. (HAMKA, 2010:61).
h. Gaya bahasa metaphora
1) ...singgalang yang senantiasa diliputi kabut... (HAMKA, 2010:21).

9. Gaya bahasa pleonasme
1) ...badannya kurus lampai... (HAMKA, 2010:7).
H. Titik Pengisahan
Dalam novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) titik pengisahan yang dipergunakan oleh pengarang (HAMKA) adalah sebagai tokoh yaitu dengan cara titik pengisahan tokoh bawahan. Dia ber 'Aku' dan menceritakan tokoh lain, yaitu tokoh utama yang pasti selalu selalu selalu diketahuinya. Fokus cerita ada pada tokoh utama. Dalam hal ini tokoh 'Aku tidak bisa menjelaskan perasaan tokoh utama. Ia hanya menjelaskan tindakannya saja. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
Kedatangan sahabat baru itu mengubah keadaan dan sifat-sifat Hamid. Entah kabar apa agaknya yang baru dibawa Saleh dari kampung yang mengganggu ketentraman pikiran Hamid. Ia bertambah sungguh membaca kitab-kitab, terutama tasawuf karangan Imam Gazali. Kadang-kadang kelihatan ia bermenung seorang diri di atas sutuh rumah tempatnya tinggal, melihat tenang-tenang kepada “galah” (benteng-benteng) tua di atas puncak Jabal Hindi. Saya seakan-akan tiada dipedulikannya lagi. Satu kali terlihat oleh saya, ketika saya mengerjakan tawaf keliling ka'bah, ia bergantung pada kiswah, menengadah mukanya ke langit, air matanya titik amat derasnya membasahi serban yang memalut badannya, kedengaran pula ia berdoa, “Ya Allah! Kuatkanlah hati hamba-Mu ini!” (HAMKA, 2010:8)

I. Amanat
1. Amanat umum
Amanat umum yang dapat diambil dari novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) adalah sebagai berikut.
a) Dalam menghadapi suatu masalah harus lebih bijak dan memahami perasaan orang lain, serta harus bersabar dan dapat menerima kenyataan walau menyakitkan.
Hal tersebut digambarkan dalam cerita, ketika Hamid menghadap masalah yang bertubi-tubi. Yaitu ketika Hamid kehilangan orang-orang yang sangat dicintainya dan berpengaruh padanya, saat itu pula ditambah lagi dengan satu perintah yang sangat bertilak belakang dengan keinginannya, yakni perintah dari Mak Asiah untuk melunakan hati Zainab agar ia dapat ditunangkan dengan saudaranya.
Dalam keadaan seperti itu, begitu bijaknya Hamid. Ia telah mengorbankan perasaannya demi wanita tua yaitu Mak Asiah. Ia menjunjung tinggi kepercayaan yang telah diberikan Mak Asiah kepadanya. Walaupun batinnya menjerit. Demi menghapus dukanya ia meninggalkan kampung halamannya, meninggalkan seseorang yang sangat ia cintai.
b) Perjalanan lurus dalam memupuk cinta dan mempertahankan cinta.
Dalam cerita tergambar kisah kasih Islami. Menundukan pandangan pada seseorang yang bukan muhrim merupakan sesuatu yang diharuskan, untuk menjaga kesucian hati dan kesucian diri.
2. Amanat khusus
Amanat khusus yang tersebar dalam novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) adalah sebagai berikut.
a) Kita harus memupuk dan mempertahankan cinta dengan jalan lurus, artinya harus dengan jalan ridho Ilahi. Terbukti dengan kutipan sebagai berikut.
Engkau telah mengambil jalan yang lurus dan jujur di dalam memupuk dan mempertahankan cinta.(HAMKA, 2010:65).
b) Jangan menumbuhkan perasaan jika akhirnya akan membawa duka. Dengan bukti kutipan sebagai berikut.
“Anakku...sekarang cintamu masih bersifat angan-angan, cinta itu kadang-kadang hanya menurutkan perintah hati, bukan menurut pendapat otak. Dia belum berbahaya sebelum mendalam. Kalau dia telah mendalam, kerap kali – kalau yang kena cinta pandai – ia merusakan kemauan dan kekerasan hati laki-laki. Kalau engkau perturutkan tentu engkau menjadi seorang anak yang putus asa, apalagi kalau cinta itu bertolak,, terpaksa ditolak oleh keadaan yang ada disekelilingnya “Hapuskanlah perasaan itu dari hatimu, jangan ditimbul-timbulkan jua. Engkau tentu memikirkan juga bahwa, bahwa emas tak setara dengan loyang, sutra tak sebangsa dengan benang.” (HAMKA, 2010:27).
c) Belajarlah dengan sungguh-sungguh. Dengan bukti kutipan berikut.
“Belajarlah sungguh-sungguh, Hamid, mudah-mudahan engkau lekas pintar dalam perkara agama dan dapat hendaknya saya menolong engkau sampai tamat pelajaranmu...” (HAMKA, 2010:24).












BAB IV
SIMPULAN
Berdasarkan analisis pada novel Di Bawah Lindungan Ka'bah karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) temanya yaitu cinta terhalang kelas sosial dan kasih tak sampai.
Susunan alur/plotnya yaitu yang pertama pengarang melukiskan keadaan digambarkan pada awal cerita saat pengarang menunaikan ibadah haji pada tahun 1927. Yang kedua peristiwa yang bersangkut paut mulai bergerak, digambarkan ketika Hamd mencintai Zainab. Yang ketiga peristiwa mulai memuncak, digambarkan ketika Hamid mengalami beberapa musibah yaitu kematian Haji Ja'far dan ibunya. Yang keempat peristiwa mencapai klimaks, digambarkan ketika Hamid diperintah oleh Mak Asiah untuk melunakan hati Zainab agar mau ditunangkan degan saudaranya, setelah itu Hamid meninggalkan kampung halamannya. Yang kelima pengarang memberikan pemecahan dari semua peristiwa dengan menggambarkan cinta keduaya terbongkar, tapi setelah keduanya mengetahui perasaa masing-masing cinta mereka terpisah oleh kematian. Ketegangannya terletak pada apakah Hamid dan Zaiab akan sampai menikah? Jawabannya adalah keduanya tidak sampai pelaminan tapi sampai di atas nisan.
Tokoh yang mendukung cerita pada novel ini yaitu diantaranya Hamid. Ia sebagai tokoh utama dengan watak roud character dan digambarkan dengan watak campuran. Yang kedua tokoh Zainab, ia memiliki watak roud character dan digambarkan dengan cara campuran. Yang ketiga Haji Ja'far memiliki watak flat character dan digambarkan dengan cara campuran. Yang keempat Mak Asiah memiliki watak flat character dan digambarkan dengan cara campuran. Yang kelima tokoh ibu memiliki watak roud character dan digambarkan dengan cara campuran. Yang keenam tokoh Saleh memiliki watak roud character dan digambarkan dengan cara campuran. Yang ketujuh tokoh Rosna memiliki watak flat character dan digambarkan wataknya dengan cara campuran. Yang kedelapan tokoh Aku (pengarang) memiliki watak flat character dan wataknya digambarkan dengan cara campuran.
Latar tempatnya yaitu di Mekah, Puncak Gunung Padang, Halaman Rumah, Kota Padang, Rumah, Padang Panjang, Pesisir Arau, Pemakaman Ma'la, dan Medan. Latar waktu yaitu tahun1927, bulan Ramadan, bulan Syawal, bulan Zulhijjah, pagi, malam sore, hari Minggu. Latar lingkungan sosial diantaranya lingkungan sosial keagamaan dan lingkungan sosial penghasilan rendah. Latar suasana diantaranya suasana sedih dan suasana bahagia.
Gaya pengarang dalam mengungkapkan seluruh cerita yaitu dengan cara deskripsi dan narasi. Gaya bahasa yang digunakan diantaranya asoaiasi, antithese, pleonasme, repetisi, klimaks, hiperbolisme, personifikasi, metaphora, euphimisme. Titik pengisahan yang digunakan oleh pengarang (HAMKA) adalah sebgai tokoh yaitu dengan cara titik pengisahan tokoh bawahan. Sementara amanat keseluruhanya yaitu dalam menghadapi suatu harus lebih bijak dan memahami perasaan orang lain, serta harus bersabar dan dapat menerima kenyataan walau menyakitkan.











DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Titian Ilmu. 2009. Ensiklopedia Sastra Indonesia. Bandung.

Hadis, Abdul & Nurhayati B. 2010. Psikologi dalam Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

HAMKA. 2010. Di Bawah Lindungan Ka’bah. Jakarta: Bulan Bintang.

Rizal, Yosep. 2010. Apresiasi Puisi & Sastra Indonesia. Jakarta: Grafika Mulia.

Sugiantomas, Aan. 1998. Kajian Prosa Fiksi. Kuningan: PBSI STKIP Kuningan.

________. 2010. Langkah Awal Menuju Apresiasi Sastra. Kuningan: PBSI FKIP UNIKU.

Wellek, Rene & Austin Warren. 1989. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.